Pena

Delusi Perkembangan Teknologi

Latar Belakang

Pernah nggak sih ngerasa kalau semuanya sekarang serba cepat? Kalau pernah, kamu nggak sendirian. Apakah kita delusional saja atau memang perkembangan teknologi berkembang secepat itu? Jawabannya enggak, tapi nggak sesimpel itu juga. Ada banyak faktor rumit yang membuat kita merasa semua berjalan begitu cepat, tapi fenomena ini juga bisa membuat kita belajar untuk jadi lebih bijak sebagai pengguna. Sebenarnya aku sudah sangat resah akan perkembangan teknologi beberapa tahun terakhir, meskipun aku bekerja sebagai Software Engineer, tapi aku baru bisa mengartikulasikannya akhir-akhir ini.

Mungkin, perkembangan yang kita lihat selama ini adalah sesuatu yang signifikan. Tapi jika dilihat lebih detail, itu semua tidak ada yang substansial atau bahkan signifikan dari sisi perkembangan. Mari kita ambil contoh, aku punya handphone iPhone SE generasi pertama yang dirilis pada tahun 2016, yang mana hampir satu dekade dari artikel ini dibuat. Sekarang, handphone utama yang aku pakai sehari-hari ini Samsung Galaxy S23, yang rilis di tahun 2023.

Percaya nggak percaya, meskipun ada perbedaan sekitar 7 tahun, ternyata perbedaan kedua handphone ini nggak begitunya signifikan ketika kita zoom out (melihat lebih luas) dan menilai berdasarkan masalah yang diselesaikan kedua handphone ini.

Sebelum melebar kemana-mana, apa sih fungsi handphone secara umum? Menurutku itu akan berkutat di komunikasi, internet, finansial (banking), musik, video, dan kamera. Gimana dengan game? Aku melihat game itu penting tapi nggak essensial. Masih banyak game yang bisa dimainkan tapi nggak semerta-merta game adalah alasan utama handphone diciptakan. Enak emang ada game di handphone, tapi kita semakin mengarahkan kegunaan handphone ke arah yang salah (terlepas dari kepentingan negatif terkait adiksi).

Sebuah disclaimer, aku melihat gaming adalah kebutuhan yang sangat niche (spesifik) di sebuah produk yang intensi pembuatannya adalah untuk menyelesaikan masalah general (umum). Jadi ketika ada komputer gaming, komputer editing, itu adalah pengkotak-kotakan yang terlalu spesifik dan sedikit bergeser adri tujuan komputer dibuat sebagai alat komputasi. Sehingga, tujuan spesifik seperti gaming, editing, coding itu hanya perbedaan skala dari kecil ke besar dan menurutku mereduksi nilai komputer sebagai alat komputasi umum.

Lanjut bahas kedua handphone ini dari sisi komputasi, mulai dari spesifikasi yang diambil dari laman situs GSM Arena.

Spesifikasi

Jika dilihat dari spesifikasi, terlihat kalau perkembangan spesifikasi sudah sangat signifikan di selisih 7 tahun kedua handphone tersebut dirilis. Contoh, dari sisi RAM, Samsung Galaxy S23 punya 400% RAM lebih besar daripada iPhone SE 2016. Selain itu kamera utama dari Samsung Galaxy S23 50 megapiksel, jika dibandingkan dengan kamera 12 megapiksel dari iPhone SE 2016. Tapi setelah aku pake Samsung Galaxy S23, kamera yang 50 megapiksel itu lebih ke sebuah gimmick daripada deliver value 50 megapiksel. Seringkali aku pakai mode 12 megapiksel dari Samsung Galaxy S23 daripada 50 megapiksel karena untuk memproses gambar yang begitu besar, memerlukan daya yang begitu besar juga sedangkan hasilnya tidak jauh lebih baik. Selain itu, mode 50 megapiksel juga membuat baterai berkurang lebih cepat jika menggunakan kamera untuk potret foto dan video. Dari sisi sensor, Samsung Galaxy S23 dan iPhone SE 2016 punya perbedaan yang cukup signifikan, sehingga Samsung Galaxy S23 dapat menangkap informasi cahaya lebih banyak dan minim akan noise. Ini beberapa sampel perbandingan kameranya di luar ruangan:

Perbandingan Kamera

Kondisi Pencahayaan Penuh 1 Kondisi Pencahayaan Penuh 2 Kondisi Pencahayaan Penuh 3

Keduanya nggak ada beda yang sangat signifikan juga, meskipun selisih kedua handphone itu ada di 7 tahun rilis. Itu jika alasan masyarakat untuk upgrade adalah kamera. Apakah masuk akal untuk upgrade dengan komparasi yang nggak begitu signifikan secara hasil?

Jika dilihat dengan perspektif pemakaian normal penggunaan aplikasi pada umumnya seperti Email, Browser WhatsApp, Telegram, Instagram, TikTok, Spotify, YouTube, dan YouTube Music semuanya masih dapat digunakan dengan lancar. Gila nggak sih, sudah 9 tahun masih bisa menjalankan tugasnya dengan baik? Tapi kita masih dipaksa produsen untuk upgrade sistem operasi di handphone agar aplikasi-aplikasi yang dikembangkan oleh mobile app developer mendukung sistem operasi yang baru. Sebenarnya simpel, ketika tidak ada sistem operasi baru, maka mobile app developer juga akan menyesuaikan. Karena ketika ada upgrade sistem operasi, maka mobile app developer berpikiran untuk hanya mendukung sistem yang relatif baru. Mari coba kita lihat, berapa banyak update sistem operasi yang cukup berdampak? Tidak ada. Sebagian besar itu adalah refinement and refreshment. Mungkin jika kita melihat upgrade sistem operasi pada handphone pada substansi yang lebih penting seperti optimasi, keamanan, dan dukungan firmware / driver, mungkin bisa dihitung jari, selama 1 dekade terakhir. Bahkan yang ada kita akan ditawarkan berbagai macam alasan untuk upgrade ke handphone keluaran terbaru dari produsen, daripada mengoptimasi software-nya sendiri.

Kemudian apa yang terjadi ketika produsen masih mendukung dari sisi software dari handphone lama tapi dengan arah perubahan yang tidak sustainable (menambah fitur non esensial yang memperberat kinerja handphone)? Menambahkan fitur tidak salah sebenarnya, namun perlu pengambilan keputusan yang lebih selektif agar perkembangannya sustainable. iPhone SE 2016-ku masih dapat upgrade sistem operasi sampai iOS 15, namun performanya tidak lagi seperti dahulu di iOS 9-10, seperti kita mencoba mengangkat benda yang lebih berat dengan ukuran kantong yang sama. Ini benar-benar berpengaruh pada daya baterainya yang jadi semakin buruk, karena hardware keluaran tahun 2016 dipaksa untuk mengikuti tren non esensial hingga tahun 2025. Dulunya hardware mungkin hanya perlu bekerja sekitar 20-30%, tapi sekarang harus bekerja 60-70%% dalam keadaan normal dan dengan mudah harus bekerja secara penuh 100%. Ini sungguh tak masuk akal jika kita melihat dari sisi nilai harga upgrade software yang ditawarkan secara terus menerus.

Jadi, apakah benar kalau yang lihat adalah perkembangan teknologi atau proses transisi pemindahan komputasi dari komputer ukuran besar ke dalam handphone? Tidak ada yang spesial atau perubahan revolusioner menurutku, tapi cukup untuk membuat kita harus bergerak mengikuti tren permintaan dan produsen. Sebenarnya ini yang menyebabkan semuanya jadi serba cepat, karena semua orang ingin melakukan sesuatu dengan cepat melalui handphone. Tidak ada masalah, tapi loop dan tuntutan produktivitas tersebut yang membuat hidup kita yang nyaman dengan proses komputasi yang lebih berat menggunakan komputer kehilangan kontrol terhadap fenomena upgrade handphone. Bukankah kita pada awalnya ingin mengurangi sampah elektronik dengan tidak menyertakan charge adapter dalam box pembelian handphone di zaman sekarang? Tapi kenapa dua belah pihak dari produsen dan konsumen bergerak ke arah sebaliknya? Sustainable computing mungkin hanya akan jadi harapan yang masih terlalu jauh untuk sekarang.